Tangkahan adalah kawasan hutan bak surga yang tersembunyi di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kami, dari keluarga Papilio, sebuah komunitas sekolah rumah atau homeschooling (HS) di Medan, mengadakan fieldtrip ke sana.
Setelah puas bersenang senang dengan gajah kemarin, hari ini kami akan menjelajah tangkahan dengan kegiatan tracking dan tubing. Tracking adalah kegiatan jelajah alam lewat jalan darat, berjalan kaki menyusuri pinging-pinggir sungai, merasakan kesejukan udara, menyatukan tiap langkah kaki dengan bumi yang kita pijak, dan merasakan betapa kecilnya kita di alam luas. Sedangkan tubing adalah kegiatan jelajah alam lewat jalur sungai menggunakan ban dalam truk yang dipompa. Peserta tubing merasakan betapa aliran air menyatukan mereka dengan alam, melihat hutan dengan sudut pandang yang berbeda, dan juga merasakan Maha BesarNyaTuhan.
Tidak semua keluarga Papilio mengikuti dua kegiatan, tracking dan tubing sekaligus, karena jalurnya berbeda. Kami masing-masing hanya mengikuti satu dari dua kegiatan itu. Kami dibagi menjadi dua rombongan, yaitu rombongan tracking dan tubing. Saya berada dalam rombongan tracking.
Saya dan keluarga Papilio di rombongan tracking, memulai perjalanan bersama seorang guide (pemandu perjalanan). Kami harus naik mobil ke lokasi awal tracking sekitar 5 menit. Jalur tracking mengambil arah ke area parkiran di dekat Visitor Centre. Dari situ kami berjalan menuju sebuah jembatan gantung yang terbuat dari kayu. Namanya Balu’s Bridge (jembatan Balu). Untuk melewati jambatan ini dikenakan biaya Rp5.000,00/orang.
Balu’s Bridge adalah jembatan sepanjang kurang lebih 50 meter. Lebarnya kurang dari 1 meter. Jembatan hanya boleh dilalui oleh maksimal 6 orang. Jika dari arah berlawanan ada yang menyebrang, kita harus menunggu sampai mereka mendekat ke tempat kita berada, baru kita bisa maju untuk menyeberang.
Bagi saya, jembatan ini sepertinya aman. Tapi, saat berada di tengah jembatan, kaki saya seperti berat untuk melangkah. Phobia (ketakutan) ketinggian saya mulai muncul. Tidak mudah melawan rasa itu, rasa gamang dan tidak yakin. Padahal sebelumnya saya yakin bisa melewati jembatan.
Saya mencoba berkonsentrasi dan berpegangan pada besi di samping kanan kiri jembatan. Saya berusaha tidak melihat ke bawah. Wow, saat saya melakukan itu, pemandangan eksotis terpampang dari atas jembatan. Saya memberanikan diri untuk mengabadikan keindahan sungai dari atas jembatan, walau dengan kaki gemetar. Sempat terasa jembatan seperti oleng. Orang-orang yang lewat menyebabkan jembatan bergoyang. Secepatnya saya melangkah, dan akhirnya sampai juga di ujung jembatan. Saya lega. Sensasi melalui Balu’s Bridge benar-benar memacu adrenalin.
Perjalanan kami lanjutkan melewati kebun-kebun milik penduduk, ada pohon jeruk nipis, nanas, dan durian. Suasana asri mengiringi perjalanan kami. Selain kebun, banyak penginapan dengan suasana hutan di sekitar kami. Tak lama berjalan, kami tiba di sumber air panas (hot spring), di tepi Sungai Buluh. Disini kami berjumpa dengan rombongan tubing. Kami beristirahat sejenak.
Sumber air panas yang kami temui berupa sebuah goa yang di dalamnya mengalir air panas. Goanya cukup besar, sehingga kami bisa berbaring dan merendam tubuh di aliran air panas alami ini.
Tujuan kami selanjutnya adalah Air Terjun Pijat. Kami menyusuri pinggiran sungai dan tiba di tujuan. Air Terjun Pijat masih berada di aliran Sungai Buluh. Air terjun ini tidak terlalu tinggi, namun air jatuhannya cukup keras. Jika kita berada di bawahnya, tubuh kita terasa dipijat-pijat oleh air yang jatuh. Itulah sebabnya tempat ini diberi nama Air Terjun Pijat.
Rombongan tubing rupanya sudah lebih dahulu sampai di Air Terjun Pijat dan sudah melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Glugur. Kami tidak melanjutkan perjalanan ke Air Terjun Glugur. Tracking berakhir di Air Terjun Pijat.
Di sini, kami dan anak-anak bermain air dan berenang di Sungai Buluh. Setelah puas main air kami memutuskan untuk pulang. Ternyata jalur pulang, saya harus melewati Balu’s Bridge lagi. Alamak, saya bakal sport jantung lagi. Hahaha 😀 Mau tidak mau saya harus berani melaluinya.
Bagaimana ya dengan kelompok tubing? Mereka juga bersenang-senang.
Tubing hampir sama dengan rafting. Bedanya, kalau rafting menggunakan perahu karet, tubing menggunakan ban dalam truk yang dipompa.
Wah, rombongan tubing sangat bersemangat, apalagi anak-anak. Mereka sangat antusias dengan jaket pelampung di badan. Benar-benar anak-anak pemberani.
Perjalanan tubing ditemani juga oleh guide. Arus sungai yang akan mereka arungi tidak terlalu deras. Meskipun demikian, setiap peserta tubing wajib menggunakan pelampung demi keselamatan. Safety always comes first, keselamatan adalah hal yang utama. Tak lupa, mereka juga membawa bekal makanan.
Jalur perjalanan rombongan tubing adalah sumber air panas-Air Terjun Pijat-Air Terjun Glugur-menuju finish lewat jalan darat (naik truk pengangkut sawit). Jadi, rombongan tubing melewati dua tempat yang sama dengan rombongan tracking, yaitu sumber air panas dan Air Terjun Pijat.
Dari air terjun Pijat, rombongan tubing bertemu dengan simpang Sungai Buluh. Tiba di simpang Sungai Buluh, tubing ditambatkan. Mereka berjalan ke hot spring lalu turun ke air terjun Pijat, kembali ke simpang, naik tubing lagi, kemudian melanjutkan perjalanan ke Air Terjun Glugur.
Air Terjun Glugur lebih tinggi dan lebih besar dibanding dengan air terjun Pijat. Rombongan tubing beristirahat sejenak sambil menyantap perbekalan. Setelah puas 3 jam bermain di Glugur, mereka kembali ke penginapan naik truk sawit dalam keadaan basah kuyup, lelah, dan senang luar biasa.
Pengalaman menjelajah alam di Tangkahan sangat berkesan di hati kami semua. Selain melatih mental dan spiritual, anak-anak juga melatih fisik agar kelak menjadi anak-anak yang tangguh.[]
Kontributor : Wilda Syafrianty